Kamis, 03 Oktober 2013

SEPUTAR BAHASA JEPANG



Berdasarkan asal-usulnya kosakata bahasa Jepang dibagi menjadi 3 macam, yaitu wago, kango dan gairaigo. Wago adalah kosakata asli Jepang yang telah ada sebelum masuknya pengaruh bahasa China ke dalam bahasa Jepang, namun dikatakan juga bahwa ada beberapa kata wago yang merupakan kosakata yang diserap dari bahasa China. Kango adalah kosakata yang digunakan dalam bahasa Jepang yang berasal dari China.Walaupun kango memiliki kesamaan dengan gairaigo sebagai kosakata yang diserap dari bahasa asing, namun karena wago yang diserap dari bahasa China memiliki karakteristik tertentu, maka tidak digolongkan ke dalam gairaigo. Pengertian Gairaigo menurut  Sudjianto dan Ahmad Dahidi, (2004:104) adalah kata-kata yang berasal dari bahasa asing (gaikokugo) yang  lalu dipakai sebagai bahasa nasional (kokugo). 

Bahasa Jepang mempunyai tingkat hormat yang sejajar dengan bahasa Jawa dan bahasa daerah lainnya di Indonesia, seperti bahasa madura, bahasa sunda dan lainnya. Diantara para pembelajar bahasa Jepang pada umumnya ada yang dapat dan senang menggunakan keigo (ragam bahasa hormat) dan ada juga yang tidak. Orang Jepang sendiri terlebih para anak mudanya tidak begitu suka menggunakannya karena bahasa hormat dianggap sulit menurut mereka. Mereka akan mulai belajar menggunakan sonkeigo dan kenjougo apabila mereka bekerja di instasi perusahaan yang memaksanya untuk memakainya karena tuntutan pekerjaan. 

Menurut Kamus Reikai Shinkokugo Jiten (1987:279) keigo adalah 話してや聞き手が読み手や、また話題に上がっている人や、物事に対して、敬意を表したり、丁寧に表現したりするために使う言葉。Hanashiteya, kikite ga yomite ya, mata wadai ni agatte iru hito ya, monogoto ni taishite, keii o arawashitari, teinei ni hyougen shitari suru tame ni tsukau kotoba.Ungkapan yang dipakai oleh pembicara ataupun penulis untuk menyatakan perasaan hormat dan sopan santun terhadap lawan bicara, pembaca dan orang yang dibicarakan’. Dijelaskan juga dalam Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar, keigo adalah ‘’Ungkapan yang menunjukkan tingkat kehormatan yang dibedakan menurut hubungan tinggi dan rendahnya kedudukan atau tingkat keakraban diantara pembicara dan pendengar atau orang yang sedang dibicarakan (terutama yang  menunjukkan rasa hormat terhadap pendengar atau orang yang dibicarakan) (1988:524).  

Dalam bahasa Jepang ragam bahasa hormat meliputi ragam普通 Futsu ‘biasa’ dan 丁寧 Teinei ‘hormat’ (敬語keigo). Secara singkat Terada Takanao menyebut keigo sebagai bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga (Terada, 1984:238). Hampir sama dengan pendapat itu, ada juga yang mengatakan bahwa keigo adalah istilah yang merupakan ungkapan kebahasaan yang menaikkan pendengar atau orang yang menjadi pokok pembicaraan (Nomura, 1992:54). Pada dasarnya keigo dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama (pembicara atau penulis) untuk menghormati orang kedua (pendengar atau pembaca) dan orang ketiga (yang dibicarakan).  Dalam tingkat tutur bahasa Jepang mengenal konsep うちuchi ‘dalam’ dan sotoそと ‘luar’, artinya orang Jepang akan memperhatikan dengan siapa berbicara, dan siapa yang dibicarakan. Misalnya ketika berbicara di kantor sendiri antara bawahan dan atasan ragam yang akan digunakan bawahan adalah ragam menghormat 尊敬語sonkeigo ‘bahasa menghormat’ dalam rangka menghormati atasannya, akan tetapi ketika bawahan itu berbicara dengan orang lain dari kantor yang berbeda ragam yang digunakan adalah ragam 謙譲語 kenjoogo ‘bahasa merendah’, sekalipun yang dibicarakan adalah atasannya sendiri.



Bentuk Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jepang

Pada awalnya, pembelajar bahasa Jepang dikenalkan dengan tingkatan teineigo terlebih dulu disamping itu tingkatan bahasa hormat yang lain seperti sonkeigo dan kenjoogo, sebab tingkatan teineigo dipakai secara luas untuk menghormati kepada mitra wicara.

Tingkatan Teineigo

Kata teinei berarti sopan, sehingga bentuk teineigo biasa diartikan dengan bentuk sopan. Karena tingkatan teineigo ini kalimatnya berakhiran dengan kopula -desu, atau verba bantu–masu, maka disebut pula ragam desu atau masu. Tingkatan teineigo merupakan salah satu bagian dari keigo (bahasa hormat) bahasa Jepang. Pembicara menggunakan tingkatan ini untuk menyatakan rasa hormat dan biasanya memperindah suatu pokok pembicara secara langsung terhadap mitra wicaranya. Umumnya bentuk tingkatan ini mempunyai ciri-ciri: kalimat akhirnya berakhiran dengan kopula –desu dan verba bantu –masu.
Contoh kalimat:
1.      ミルクをみます
Miruku o nomimasu.
Saya minum susu.
2.      日本料理はおいしいです
Nihonryouri wa oishii desu.
Masakan Jepang enak.
3.      半年ぐらいいました
Hantoshi gurai naraimashita.
Saya telah belajar kira-kira setengah tahun.
4.      この料理はおいしくないです
Kono ryouri wa oishikunai desu.
Masakan ini tidak enak.
5.      あのきいです
Ano ie wa ookii desu.
‘Rumah itu besar’.
Contoh verba nomimasu ‘minum’ merupakan contoh tingkatan teineigo yang berasal dari perubahan verba nomu dan verba naraimashita ‘belajar’(lampau) berasal dari verba narau (futsuu’biasa’). Untuk mengubah verba dalam tingkatan futsuugo menjadi tingkatan teineigo caranya dengan menambahkan verba bantu ~masu dan ~mashita (lampau). Dalam kamus bahasa Jepang, verba-verba dalam bahasa Jepang umumnya hanya dapat dijumpai dalam bentuk futsuugo. Sedangkan oishii ‘enak’ dan ooki ‘’besar’merupakan contoh kata sifat yang berakhiran ~i (ikeyoushi). Untuk mengubah kata sifat, dan kata benda dalam bahasa Jepang yang masih berbentuk tingkatan futsuugo agar menjadi tingkatan teineigo, maka tinggal menambahkan kopula desu dibelakang kata sifat dan kata benda tersebut. 

Tingkatan Futsuugo

Tingkatan futsuugo dalam bahasa Jepang merupakan tingkatan yang paling dasar, maksudnya tingkatan ini dipakai oleh pembicara kepada lawan bicaranya yang sudah akrab. Tingkatan futsuugo  mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.      berakhiran dengan ~da, atau de aru
b.      berakhiran dengan verba bentuk futsuukei, seperti bentuk ~ru
Contoh kalimat:

1.      生徒達
Seitotachi wa bun o tsukuru.
Murid-murid membuat kalimat.
2.      このはとてもうまい
Kono yakimeshi wa totemo umai.
Nasi goreng ini enak sekali.
3.      タオルや石鹸などを買った。
Taoru ya sekken nado o katta.
Saya telah membeli handuk, sabun, dan lain-lain.
4.      石田君は怠け者ではない。
Ishida-kun wa namakemono dewa nai.
Ishida bukan pemalas.
5.      これはいものだ
Kore wa yasui mono da.
Ini barang yang murah.

Pada contoh-contoh kalimat, tingkatan futsuugo, verba futsuugo tidak mengalami perubahan. Sedangkan dalam bentuk lampau mengalami perubahan, seperti: tsukuru ‘membuat’ dan katta (bentuk lampau) dari kau ‘membeli’. Pada contoh kalimat yang memakai kata sifat ikeyoushi tidak mengalami perubahan, hanya saja jika kata sifatnya berubah menjadi bentuk negatif maka cukup menambahkan ~nai atau ~dewa nai (kata sifat berakhiran~ na/kata benda) dibelakangnya, sedangkan pada kata benda tinggal menambahkan kopula da.

Tingkatan Sonkeigo

Tingkatan sonkeigo adalah bagian tingkatan keigo (bahasa hormat) bahasa Jepang yang dipakai untuk menghormat kepada lawan bicaranya. Umumnya tingkatan ini verbanya mempunyai ciri-ciri mendapat imbuhan verba bantu -o...ni naru, -rareru, serta mempunyai bentuk verba khusus dalam sonkeigo dan nominanya berimbuhan prefiks go/o.
Contoh kalimat:
1.      部長はアメリカへ出張なさいます。
Buchou wa Amerika e shutchou nasaimasu.
Pak Direktur akan dinas ke Amerika.
2.      課長はもう帰られました。
Kachou wa mou kaeraremashita .
Pak Manager sudah pulang.
3.      先生はいらっしゃいますか。
Sensei wa irrashaimasu ka.
Pak Guru ada?
4.      お子さんのお名前は何とおっしゃいますか。
Okosan no namae wa nanto osshaimasu ka?
Siapa nama putra anda?
5.      先生は新しいパソコンを買いになりました。
Sensei wa atarashii pasokon wo kai ni narimashita.
Pak Guru telah membeli computer baru.

Pada contoh kalimat, verba nasaimasu ‘melakukan’ berasal dari verba shimasu (teineigo) kemudian verba suru (futsuugo) dan osshaimasu ‘berkata’ berasal dari verba iimasu (teineigo) kemudian verba iu (futsuugo). Contoh perubahan verba songkeigo dari teineigo dan verba teineigo dari futsuugo mengalami perubahan yang cukup dinamis. Aturan tersebut sudah paten ditentukan dalam verba khusus dalam aturan yang ada dalam tingkatan sonkeigo. Kemudian ada juga verba futsuugo yang diubah menjadi tingkatan sonkeigo dengan menambahkan verba bantu ~ni naru dan verba bantu ~reru, contoh: kai ni narimasu berasal dari kau (futsuugo) ‘membeli’ dan kaeraremasu berasal dari verba kaeru (futsuugo) ‘pulang’.

 Tingkatan Kenjoogo

Tingkatan kenjougo merupakan salah satu bagian dari keigo ((bahasa hormat) bahasa Jepang yang dipakai terhadap lawan bicara atau terhadap orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan diri. Umumnya bentuk tingkatan kenjoogo mempunyai ciri-ciri verbanya terdiri dari verba khusus kenjoogo, verba bantu go/o...suru dan nominanya juga ditambahkan dengan prefiks o/go didepannya.
Contoh kalimat:
1.      私はアメリカから、参りました。
Watakushi wa Amerika kara, mairimashita.
Saya datang dari Amerika.
2.      会社の中をご案内します。
Kaisha no naka o goannai shimasu.
Saya akan memandu dalam perusahaan.
3.      ニューヨークにおります。
Nyuyouku ni orimasu.
Berada/di New York.
4.      今、出かけております。
Ima, dekakete orimasu.
Sekarang sedang keluar.
5.      きのう先生のお宅へ伺いました。
Kinou sensei no otaku e ukagaimashita.
Kemarin saya berkunjung ke rumah Pak Guru.

Dalam tingkatan kenjoogo kata kerja golongan I, kata kerja golongan II, dan perubahan verba dari bentuk futsuu ke teinei dan verba dari teinei ke kenjoogo juga mengalami perubahan bentuk yang cukup dinamis. Misalnya verba mairimasu (kenjoogo) berasal dari verba kimasu (teineigo), kemudian dari verba kuru ‘datang’ (futsuugo), dan verba ukagaimasu (kenjoogo) berasal dari kata uchi e ikimasu (teineigo) kemudian dari verba uchi e iku (futsuugo) . Aturan tersebut sudah paten ditentukan dalam bentuk verba khusus dalam aturan yang ada dalam bentuk kenjoogo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar