Berdasarkan asal-usulnya kosakata bahasa Jepang
dibagi menjadi 3 macam, yaitu wago, kango dan gairaigo. Wago adalah kosakata
asli Jepang yang telah ada sebelum masuknya pengaruh bahasa China ke dalam
bahasa Jepang, namun dikatakan juga bahwa ada beberapa kata wago
yang
merupakan kosakata yang diserap dari bahasa China. Kango
adalah
kosakata yang digunakan dalam bahasa Jepang yang berasal dari China.Walaupun kango
memiliki
kesamaan dengan gairaigo sebagai
kosakata yang diserap dari bahasa asing, namun karena wago
yang
diserap dari bahasa China memiliki karakteristik tertentu, maka tidak
digolongkan ke dalam gairaigo. Pengertian Gairaigo
menurut
Sudjianto dan Ahmad
Dahidi, (2004:104) adalah kata-kata yang berasal dari bahasa asing (gaikokugo)
yang
lalu dipakai sebagai
bahasa nasional (kokugo).
Bahasa Jepang mempunyai tingkat hormat yang sejajar dengan bahasa Jawa dan bahasa daerah lainnya di Indonesia, seperti bahasa madura, bahasa sunda dan lainnya. Diantara para pembelajar bahasa Jepang pada umumnya ada yang dapat dan senang menggunakan keigo (ragam bahasa hormat) dan ada juga yang tidak. Orang Jepang sendiri terlebih para anak mudanya tidak begitu suka menggunakannya karena bahasa hormat dianggap sulit menurut mereka. Mereka akan mulai belajar menggunakan sonkeigo dan kenjougo apabila mereka bekerja di instasi perusahaan yang memaksanya untuk memakainya karena tuntutan pekerjaan.
Menurut Kamus Reikai Shinkokugo Jiten (1987:279) keigo adalah 話してや聞き手が読み手や、また話題に上がっている人や、物事に対して、敬意を表したり、丁寧に表現したりするために使う言葉。Hanashiteya, kikite ga yomite ya, mata wadai ni agatte iru hito ya, monogoto ni taishite, keii o arawashitari, teinei ni hyougen shitari suru tame ni tsukau kotoba.‘Ungkapan yang dipakai oleh pembicara ataupun penulis untuk menyatakan perasaan hormat dan sopan santun terhadap lawan bicara, pembaca dan orang yang dibicarakan’. Dijelaskan juga dalam Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar, keigo adalah ‘’Ungkapan yang menunjukkan tingkat kehormatan yang dibedakan menurut hubungan tinggi dan rendahnya kedudukan atau tingkat keakraban diantara pembicara dan pendengar atau orang yang sedang dibicarakan (terutama yang menunjukkan rasa hormat terhadap pendengar atau orang yang dibicarakan) (1988:524).
Dalam bahasa Jepang ragam bahasa hormat meliputi ragam普通 Futsu ‘biasa’ dan 丁寧 Teinei ‘hormat’ (敬語keigo). Secara singkat Terada Takanao menyebut keigo sebagai bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga (Terada, 1984:238). Hampir sama dengan pendapat itu, ada juga yang mengatakan bahwa keigo adalah istilah yang merupakan ungkapan kebahasaan yang menaikkan pendengar atau orang yang menjadi pokok pembicaraan (Nomura, 1992:54). Pada dasarnya keigo dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama (pembicara atau penulis) untuk menghormati orang kedua (pendengar atau pembaca) dan orang ketiga (yang dibicarakan). Dalam tingkat tutur bahasa Jepang mengenal konsep うちuchi ‘dalam’ dan sotoそと ‘luar’, artinya orang Jepang akan memperhatikan dengan siapa berbicara, dan siapa yang dibicarakan. Misalnya ketika berbicara di kantor sendiri antara bawahan dan atasan ragam yang akan digunakan bawahan adalah ragam menghormat 尊敬語sonkeigo ‘bahasa menghormat’ dalam rangka menghormati atasannya, akan tetapi ketika bawahan itu berbicara dengan orang lain dari kantor yang berbeda ragam yang digunakan adalah ragam 謙譲語 kenjoogo ‘bahasa merendah’, sekalipun yang dibicarakan adalah atasannya sendiri.
Bahasa Jepang mempunyai tingkat hormat yang sejajar dengan bahasa Jawa dan bahasa daerah lainnya di Indonesia, seperti bahasa madura, bahasa sunda dan lainnya. Diantara para pembelajar bahasa Jepang pada umumnya ada yang dapat dan senang menggunakan keigo (ragam bahasa hormat) dan ada juga yang tidak. Orang Jepang sendiri terlebih para anak mudanya tidak begitu suka menggunakannya karena bahasa hormat dianggap sulit menurut mereka. Mereka akan mulai belajar menggunakan sonkeigo dan kenjougo apabila mereka bekerja di instasi perusahaan yang memaksanya untuk memakainya karena tuntutan pekerjaan.
Menurut Kamus Reikai Shinkokugo Jiten (1987:279) keigo adalah 話してや聞き手が読み手や、また話題に上がっている人や、物事に対して、敬意を表したり、丁寧に表現したりするために使う言葉。Hanashiteya, kikite ga yomite ya, mata wadai ni agatte iru hito ya, monogoto ni taishite, keii o arawashitari, teinei ni hyougen shitari suru tame ni tsukau kotoba.‘Ungkapan yang dipakai oleh pembicara ataupun penulis untuk menyatakan perasaan hormat dan sopan santun terhadap lawan bicara, pembaca dan orang yang dibicarakan’. Dijelaskan juga dalam Kamus Pemakaian Bahasa Jepang Dasar, keigo adalah ‘’Ungkapan yang menunjukkan tingkat kehormatan yang dibedakan menurut hubungan tinggi dan rendahnya kedudukan atau tingkat keakraban diantara pembicara dan pendengar atau orang yang sedang dibicarakan (terutama yang menunjukkan rasa hormat terhadap pendengar atau orang yang dibicarakan) (1988:524).
Dalam bahasa Jepang ragam bahasa hormat meliputi ragam普通 Futsu ‘biasa’ dan 丁寧 Teinei ‘hormat’ (敬語keigo). Secara singkat Terada Takanao menyebut keigo sebagai bahasa yang mengungkapkan rasa hormat terhadap lawan bicara atau orang ketiga (Terada, 1984:238). Hampir sama dengan pendapat itu, ada juga yang mengatakan bahwa keigo adalah istilah yang merupakan ungkapan kebahasaan yang menaikkan pendengar atau orang yang menjadi pokok pembicaraan (Nomura, 1992:54). Pada dasarnya keigo dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama (pembicara atau penulis) untuk menghormati orang kedua (pendengar atau pembaca) dan orang ketiga (yang dibicarakan). Dalam tingkat tutur bahasa Jepang mengenal konsep うちuchi ‘dalam’ dan sotoそと ‘luar’, artinya orang Jepang akan memperhatikan dengan siapa berbicara, dan siapa yang dibicarakan. Misalnya ketika berbicara di kantor sendiri antara bawahan dan atasan ragam yang akan digunakan bawahan adalah ragam menghormat 尊敬語sonkeigo ‘bahasa menghormat’ dalam rangka menghormati atasannya, akan tetapi ketika bawahan itu berbicara dengan orang lain dari kantor yang berbeda ragam yang digunakan adalah ragam 謙譲語 kenjoogo ‘bahasa merendah’, sekalipun yang dibicarakan adalah atasannya sendiri.
Bentuk
Tingkatan Bahasa
dalam Bahasa Jepang
Pada awalnya, pembelajar bahasa
Jepang dikenalkan dengan tingkatan teineigo
terlebih dulu disamping itu tingkatan bahasa hormat yang lain seperti sonkeigo dan kenjoogo, sebab tingkatan teineigo
dipakai secara luas untuk menghormati kepada mitra wicara.
Tingkatan Teineigo
Kata teinei berarti sopan, sehingga bentuk teineigo biasa diartikan dengan bentuk sopan. Karena tingkatan teineigo ini kalimatnya berakhiran
dengan kopula -desu, atau verba bantu–masu, maka disebut pula ragam desu atau masu. Tingkatan teineigo merupakan
salah satu bagian dari keigo (bahasa
hormat) bahasa Jepang. Pembicara menggunakan tingkatan ini untuk menyatakan
rasa hormat dan biasanya memperindah suatu pokok pembicara secara langsung
terhadap mitra wicaranya. Umumnya
bentuk tingkatan ini mempunyai ciri-ciri: kalimat akhirnya berakhiran dengan
kopula –desu dan verba bantu –masu.
Contoh kalimat:
1. ミルクを飲みます。
Miruku o nomimasu.
Saya
minum susu.
2. 日本料理はおいしいです。
Nihonryouri wa oishii desu.
Masakan
Jepang enak.
3. 半年ぐらい習いました。
Hantoshi gurai naraimashita.
Saya
telah belajar kira-kira setengah tahun.
4. この料理はおいしくないです。
Kono ryouri wa oishikunai desu.
Masakan
ini tidak enak.
5. あの家は大きいです。
Ano ie wa ookii desu.
‘Rumah
itu besar’.
Contoh verba nomimasu ‘minum’ merupakan contoh tingkatan teineigo yang berasal dari perubahan verba nomu dan verba naraimashita ‘belajar’(lampau)
berasal dari verba narau (futsuu’biasa’).
Untuk mengubah verba dalam tingkatan futsuugo
menjadi tingkatan teineigo caranya
dengan menambahkan verba bantu ~masu
dan ~mashita (lampau). Dalam kamus
bahasa Jepang, verba-verba dalam bahasa Jepang umumnya hanya dapat dijumpai
dalam bentuk futsuugo. Sedangkan oishii ‘enak’ dan ooki ‘’besar’merupakan contoh kata sifat yang berakhiran ~i (ikeyoushi).
Untuk mengubah kata sifat, dan kata benda dalam bahasa Jepang yang masih
berbentuk tingkatan futsuugo agar
menjadi tingkatan teineigo, maka
tinggal menambahkan kopula desu
dibelakang kata sifat dan kata benda tersebut.
Tingkatan Futsuugo
Tingkatan futsuugo dalam bahasa Jepang merupakan
tingkatan yang paling dasar, maksudnya tingkatan ini dipakai oleh pembicara
kepada lawan bicaranya yang sudah akrab. Tingkatan futsuugo mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a. berakhiran dengan ~da,
atau de aru
b.
berakhiran dengan verba bentuk futsuukei, seperti bentuk ~ru
Contoh kalimat:
1. 生徒達は文を作る。
Seitotachi wa bun o tsukuru.
Murid-murid
membuat kalimat.
2. この焼き飯はとてもうまい。
Kono
yakimeshi wa totemo umai.
Nasi goreng ini enak sekali.
3. タオルや石鹸などを買った。
Taoru ya
sekken nado o katta.
Saya telah membeli handuk, sabun, dan lain-lain.
4. 石田君は怠け者ではない。
Ishida-kun wa namakemono
dewa nai.
Ishida
bukan pemalas.
5. これは安いものだ。
Kore wa yasui mono da.
Ini
barang yang murah.
Pada contoh-contoh kalimat,
tingkatan futsuugo, verba futsuugo tidak mengalami perubahan.
Sedangkan dalam bentuk lampau mengalami perubahan, seperti: tsukuru ‘membuat’ dan katta (bentuk lampau) dari kau ‘membeli’. Pada contoh kalimat yang
memakai kata sifat ikeyoushi tidak
mengalami perubahan, hanya saja jika kata sifatnya berubah menjadi bentuk
negatif maka cukup menambahkan ~nai atau
~dewa nai (kata sifat berakhiran~
na/kata benda) dibelakangnya, sedangkan pada kata benda tinggal menambahkan
kopula da.
Tingkatan Sonkeigo
Tingkatan sonkeigo adalah bagian tingkatan keigo (bahasa hormat) bahasa Jepang yang dipakai untuk menghormat
kepada lawan bicaranya. Umumnya tingkatan ini verbanya mempunyai ciri-ciri
mendapat imbuhan verba bantu -o...ni
naru, -rareru, serta mempunyai bentuk verba khusus dalam sonkeigo dan nominanya berimbuhan
prefiks go/o.
Contoh
kalimat:
1. 部長はアメリカへ出張なさいます。
Buchou wa Amerika e shutchou nasaimasu.
Pak
Direktur akan dinas ke Amerika.
2. 課長はもう帰られました。
Kachou wa mou kaeraremashita .
Pak
Manager sudah pulang.
3. 先生はいらっしゃいますか。
Sensei wa irrashaimasu ka.
Pak
Guru ada?
4. お子さんのお名前は何とおっしゃいますか。
Okosan no
namae wa nanto osshaimasu ka?
Siapa nama putra anda?
5. 先生は新しいパソコンを買いになりました。
Sensei wa
atarashii pasokon wo kai ni narimashita.
‘Pak Guru
telah membeli computer baru’.
Pada contoh kalimat, verba nasaimasu ‘melakukan’ berasal dari verba
shimasu (teineigo) kemudian verba
suru (futsuugo) dan osshaimasu ‘berkata’ berasal dari verba iimasu (teineigo) kemudian verba iu (futsuugo).
Contoh perubahan verba songkeigo dari
teineigo dan verba teineigo dari futsuugo mengalami perubahan yang cukup dinamis. Aturan tersebut
sudah paten ditentukan dalam verba khusus dalam aturan yang ada dalam tingkatan
sonkeigo. Kemudian ada juga verba futsuugo yang diubah menjadi tingkatan sonkeigo dengan menambahkan verba bantu ~ni naru dan verba bantu ~reru, contoh: kai ni narimasu berasal dari kau
(futsuugo) ‘membeli’ dan kaeraremasu berasal dari verba kaeru (futsuugo) ‘pulang’.
Tingkatan Kenjoogo
Tingkatan kenjougo merupakan salah satu bagian dari keigo ((bahasa hormat) bahasa Jepang yang dipakai terhadap lawan
bicara atau terhadap orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan diri.
Umumnya bentuk tingkatan kenjoogo
mempunyai ciri-ciri verbanya terdiri dari verba khusus kenjoogo, verba bantu go/o...suru
dan nominanya juga ditambahkan dengan prefiks o/go didepannya.
Contoh kalimat:
1. 私はアメリカから、参りました。
Watakushi wa
Amerika kara, mairimashita.
Saya
datang dari Amerika.
2. 会社の中をご案内します。
Kaisha no naka o goannai shimasu.
Saya
akan memandu dalam perusahaan.
3. ニューヨークにおります。
Nyuyouku ni
orimasu.
Berada/di New York.
4. 今、出かけております。
Ima,
dekakete orimasu.
Sekarang sedang keluar.
5. きのう先生のお宅へ伺いました。
Kinou sensei
no otaku e ukagaimashita.
Kemarin saya berkunjung ke rumah Pak Guru.
Dalam tingkatan kenjoogo kata kerja golongan I, kata kerja golongan II, dan
perubahan verba dari bentuk futsuu ke
teinei dan verba dari teinei ke kenjoogo juga mengalami perubahan bentuk yang cukup dinamis.
Misalnya verba mairimasu (kenjoogo) berasal dari verba kimasu (teineigo), kemudian dari verba kuru
‘datang’ (futsuugo), dan verba ukagaimasu
(kenjoogo) berasal dari kata uchi e
ikimasu (teineigo) kemudian dari
verba uchi e iku (futsuugo) . Aturan tersebut sudah paten ditentukan dalam bentuk verba khusus
dalam aturan yang ada dalam bentuk kenjoogo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar